Berita (7) Buku Saya (3) Cerpen (31) Download Novel (2) lain-lain (1) Musik (7) Puisi (39)

Translate

Kamis, 22 Desember 2011

Dia


SOSOK YANG BELUM TERSENTUH PERCIKAN API DARI darah laki-laki nakal dan masih mempertahankan na-manya sebelum siang menjelang dan siap menerima risiko dari penjuru dunia setelah pesawat tiba di ban-dara menjemput penumpang selain dirinya.
Pagi. Sekarang kulit masih merah karena embun masih melekat. Pikiran pun masih hijau karena belum terbayang sisik sejuta bintang. Masih untuk menghi-rup segarnya syair embun walau masanya sebentar lagi akan habis.
Makin berlalu waktunya. Segala kesempatan ma-kin rengkuh. Sosok perempuan mulai berjalan meniti kabut mencari sosok cahaya suci dan paling terang sekaligus untuk selimutnya dalam kabut yang sepi. Semakin tebal.
Berpikir tentang kabut pagi. Merasa aneh tanpa ta-hu sedang berbuat apa pagi ini. Perenungan menjadi kesenangan perempuan belia. Senyuman tak dibuat akhirnya terinspirasi juga dari lubuk hati. Angkuh tinggal bayang. Angkuh tinggal lupa. Angkuh tinggal terbuang. Angkuh terjerat tawa-tawa muda mudi di bandara.
Mengikat kabut pagi menjelang siang, ternyata ilu-si untuk memperlihatkan sosok sejuta bintang pada siang hari. Pada hampir siang, cahaya mulai menebal mulai menyelimuti dirinya dan penumpang-penum-pang pesawat di bandara yang belum berangkat. Kembali sebuah atau sesuatu yang dikenalinya sejak dahulu. Bukan bulan atau pun matahari. Cahaya itu datangnya dari lubuk hati.
Siang. Bersenda gurau menjadi hal yang membuat senang. Beranjak untuk melupakan hal angkuh diri waktu pagi sebelum ini, mencemooh pengemis muda. Bukan pengemis uang atau makanan basi atau tidak basi.
Sosok perempuan tadi melebur bersama cahaya berkilau-kilau di kehidupannya. Semakin menggu-gah. Semakin mengharu. Semakin jelas keinginannya untuk berteriak menggaungkan kemerduan suara hati. Suara paling indah abad ini. tak semudah bayangan, jadilah perjalanan berikut saksi mata dalam menuju taman bunga warna-warni. Senang.
Pesawat mulai berangkat. Perempuan itu menaiki-nya. Sayang aku bukan pilotnya. Aku masih tetap di bandara sampai aku bosan dengan pemandangan pe-sawat yang hilir mudik. Sinis padaku.
Dia. Sosok perempuan itu berlari mengarungi per-jalanan dengan penerangan yang memang layak dan sempurna.
Dia. Sosok perempuan selalu terjaga pada setiap mimpi dan kenyataan. Bisikan tak membuyarkan matanya. Tatapnya sudah dewasa.
OOO

0 komentar: