SOSOK YANG BELUM
TERSENTUH PERCIKAN API DARI darah laki-laki nakal dan masih
mempertahankan na-manya sebelum siang menjelang dan siap menerima risiko dari
penjuru dunia setelah pesawat tiba di ban-dara menjemput penumpang selain
dirinya.
Pagi. Sekarang kulit
masih merah karena embun masih melekat. Pikiran pun masih hijau karena belum
terbayang sisik sejuta bintang. Masih untuk menghi-rup segarnya syair embun
walau masanya sebentar lagi akan habis.
Makin berlalu waktunya.
Segala kesempatan ma-kin rengkuh. Sosok perempuan mulai berjalan meniti kabut
mencari sosok cahaya suci dan paling terang sekaligus untuk selimutnya dalam
kabut yang sepi. Semakin tebal.
Berpikir tentang kabut
pagi. Merasa aneh tanpa ta-hu sedang berbuat apa pagi ini. Perenungan menjadi kesenangan
perempuan belia. Senyuman tak dibuat akhirnya terinspirasi juga dari lubuk
hati. Angkuh tinggal bayang. Angkuh tinggal lupa. Angkuh tinggal terbuang.
Angkuh terjerat tawa-tawa muda mudi di bandara.
Mengikat kabut pagi menjelang
siang, ternyata ilu-si untuk memperlihatkan sosok sejuta bintang pada siang
hari. Pada hampir siang, cahaya mulai menebal mulai menyelimuti dirinya dan
penumpang-penum-pang pesawat di bandara yang belum berangkat. Kembali sebuah
atau sesuatu yang dikenalinya sejak dahulu. Bukan bulan atau pun matahari.
Cahaya itu datangnya dari lubuk hati.
Siang. Bersenda gurau
menjadi hal yang membuat senang. Beranjak untuk melupakan hal angkuh diri waktu
pagi sebelum ini, mencemooh pengemis muda. Bukan pengemis uang atau makanan
basi atau tidak basi.
Sosok perempuan tadi
melebur bersama cahaya berkilau-kilau di kehidupannya. Semakin menggu-gah.
Semakin mengharu. Semakin jelas keinginannya untuk berteriak menggaungkan
kemerduan suara hati. Suara paling indah abad ini. tak semudah bayangan,
jadilah perjalanan berikut saksi mata dalam menuju taman bunga warna-warni.
Senang.
Pesawat mulai
berangkat. Perempuan itu menaiki-nya. Sayang aku bukan pilotnya. Aku masih
tetap di bandara sampai aku bosan dengan pemandangan pe-sawat yang hilir mudik.
Sinis padaku.
Dia. Sosok perempuan
itu berlari mengarungi per-jalanan dengan penerangan yang memang layak dan
sempurna.
Dia. Sosok perempuan
selalu terjaga pada setiap mimpi dan kenyataan. Bisikan tak membuyarkan
matanya. Tatapnya sudah dewasa.
OOO
0 komentar:
Posting Komentar