SEBELUM KITA MEMULAI
CERITA INI, MARILAH KITA dengan segenap hati menyanyikan lagu
pembukanya terlebih dahulu. Terserah kalian nadanya ingin seperti apa.
Kamno!
Kamno!
Kamno
Sang Pahlawan
Membela
kebenaran dan keadilan
Kamno!
Kamno!
Kamno
Sang Pahlawan
Membela
perawan dan perempuan
Reff:
Berlarilah
Kamno, kejar penjahat
Berlarilah
Kamno, bela ibu guru
Jangan
lupa belajar yang rajin
Agar
menjadi pintar dan cerdas
Karena
ayahmu di sana
Namanya Udin. Hanya
empat huruf yang sederha-na dan terlahir dari keluarga yang sederhana pula. Tak
ada yang istimewa kecuali kebaikannya yang tia-da tara.
Hanya saja nasibnya yang
selalu naas, dianggap pecundang dan tersingkirkan. Padahal apa salahnya dia?
Dia seorang yang sangat biasa dan apakah itu sa-lah? Terkadang hidup itu memang
tak adil. Terutama soal percintaan. Tak ada keberuntungan soal cinta da-lam
kamus hidupnya. Tragis, naas, sadis, miris atau apalah untuk menggambrkan
kesialan yang selalu sa-ja menghampiri tiada henti.
Udin menyukai seorang
gadis bernama Jesika Is-tinja. Dari segi nama saja sudah bagai langit dan bumi.
Apa lagi bentuknya, bagaikan cacing dan bu-rung cendrawasih. Padahal segala
kebaikan yang di-berikan kepada Jesika adalah sebuah ketulusan. Teta-pi jesika
menganggapnya ada udang dibalik bakwan. Untunglah Udin seorang yang tegar
sehingga dia tidak akan menangis sepanjang malam setelah ditolak mentah-mentah
oleh Jesika. Padahal waktu itu, Udin hanya mengambilkan pulpen Jesika yang
terjatuh dari meja saat kuliah Kalkulus. Tega-teganya Jesika lang-sung keluar
mencari pasir, kemudian membasuh pul-pennya dengan pasir lalu disiramnya dengan
air tujuh kali. Udin hanya mengelus-elus dadanya. Teman lain menatap Udin
prihatin. Apalagi melihat Udin yang tidak diundang pada acara ulang tahun
Jesika yang rencananya akan di adakan di puncak hari minggu besok.
Udin selalu berlapang
dada. Dia malah selalu berdoa untuk keselamatan gadis yang dicintainya itu.
selalu setiap malam. Dalam doanya:
Ya
Allah, aku ingin selalu menjadi pahlawan bagi-nya meskipun dia tidak tahu bahwa
akulah pahla-wannya yang selalu melindunginya dibantu Engkau. Maksudnya Engkau
pelindungnya dan aku sebagai perantara melindungi dia.
Agak aneh memang doa si
Udin ini. Maklum saja dia bukanlah seorang pujangga yang bisa merangkai
kata-kata yang indah. Mungkin itu salah satu kele-mahannya sebagai lelaki. Tak
bisa merangkai kata-kata berarti tidak bisa pula menggombal.
OOO
HARI MINGGU PAGI KIRA-KIRA PUKUL
ENAM. BUMI bergetar. Ada gempa dasyat selama lima detik. Al-hamdulillah tempat kost Udin tidak
rubuh. Hanya sedikit retak di dinding kamarnya. Tapi Udin ketakut-an setengah
mati. Dia menyembunyikan kepalanya di balik bantal. Mengerikan sekali melihat
raut wajah-nya yang semakin jelek saja. Apalagi posisinya yang nungging
membelakangi jendela itu.
Di angkasa sebuah benda
meledak dan menghasil-kan suara yang menggelegar seperti gemuruh halilin-tar.
Puing-puingnya menyebar ke segala arah. Kamar Udin pun ikut kena getahnya.
Benda seukuran kepal tangan melesat deras memecah kaca jendela kamar kost Udin,
terakhir menampar pantat Udin. Dia lang-sung salto seketika dan menempel di
dinding dengan posisi seperti katak yang lengket di dinding. Lalu per-lahan
merosot ke bawah dan terlentang di kasurnya. Dia pingsan seke-tika. Tapi tak
berlangsung lama.
Di ujung sana, di kawasan
Gunung Mas Puncak, sebuah benda—sejenis pesawat tetapi tidak seperti pesawat
biasanya—jatuh yang menghasilkan gempa lagi, namun tidak sedasyat tadi.
Dua jam kemudian
setelah kejadian, di lokasi seki-tar benda yang jatuh tersebut tiba-tiba heboh
dengan kejar-kejaran. Ketakutan melanda. Orang-orang men-cari perlindungan,
sebagian lagi ada yang pasrah. Ba-gi yang sedang putus cinta karena malam
minggu tidak dikunjungi pacar atau yang cintanya ditolak dan merencanakan bunuh
diri tak perlu repot mempersi-apkan segala keperluan. Mereka langsung dihantam
oleh makhluk-makhluk yang keluar dari jatuhnya benda tadi pagi. Benda itu
ternyata berasal dari luar angkasa. UFO yang dikejar oleh Stealth Aircraft bu-atan Amerika yang dilengkapi
persenjataan lengkap dengan armada khusus. Pesawat itu belum pernah dilihat
oleh masyarakat dunia sebelumnya karena memang khusus di desain mirip dengan
pesawat alien dan bertugas untuk mengejar UFO yang melintasi bumi. Pesawat yang
canggih luar biasa yang melebihi Stealth
Aircraft biasa itu akhirnya jatuh kalah juga. Amerika pasti nangis da-rah
karena tak ada stok pesawat seperti itu lagi. Itu pesawat Stealth Aircraft luar biasa satu-satunya di dunia ini yang berhasil
diciptakan yang rencananya di desain untuk persiap-an perang dunia ketiga.
Lalu benda yang
menampar pantat Udin sebetul-nya adalah alat seperti arloji yang dipakai oleh
arma-da khusus dari amerika itu. Seharusnya armada yang ditugaskan tersebut
memakainya agar tidak mempan terhadap benturan seperti itu. Namanya juga sudah
takdir, tak bisa dielak lagi. Sekali lagi, benda sema-cam arloji tersebut juga
alat mutakhir yang rencana-nya untuk persiapan perang dunia ketiga.
“Dimana aku?” Tanya
Udin yang baru sadar dari pingsannya menirukan adegan dan dialog di sinetron.
Untuk beberapa saat ingatan Udin hilang.
Setelah melihat kaca jendelanya yang pecah dia baru sadar bahwa telah terjadi
peristiwa mengerikan menimpa dirinya. Dia juga langsung teringat benda sialan
yang tidak senonoh itu. Dicari-carinya hingga kolong ran-jang, kolong meja
belajar hingga kolong lemari pa-kaian. Tidak ditemukan. Tatkala dia mendongak
ke atas, dia langsung berteriak. “HAA! Ketemu!” Benda tersebut nyempil di
langit-langit.
Udin mengambil benda
tersebut. Betapa girangnya dia setelah mengetahui bahwa benda tersebut adalah
sebuah gelang yang terbuat dari adonan baja berlapis emas. Dipakainya gelang
tersebut, lalu digosok-gosoknya agar mengkilap. Kalau dijual pasti mahal pikir
Udin. Dia sudah membayangkan makanan-makanan enak, juga pakaian muslim untuk
ibu dan ayahnya di kampung. Tidak lupa pula dia telah me-mikirkan akan pergi ke
salon untuk sekedar memo-les-moles wajahnya agar kelihatan lebih tampan dari
wajahnya yang sekarang. Dengan begitu mungkin Jesika akan jatuh cinta padanya.
Namun tiba-tiba saat
dia menggosok-gosokkan ge-lang tersebut, ada yang bergeser. Ternyata di dalam
gelang tersebut terdapat banyak tombol-tombol aneh. Berarti itu bukanlah gelang
biasa melainkan sebuah jam tangan yang berfungsi lain sebagai kalkulator, tebak
Udin. Udin pun mencari merek jam tangan kal-kulator aneh tersebut. Tidak
ditemukan. Timbul pe-nyesalan yang mendalam bahwa ternyata benda terse-but
hanyalah barang murahan biasa.
Udin duduk di tepi
ranjang. Mimpi-mimpinya un-tuk pergi ke pizza
hut sirna. Terlebih memperbaiki potongan rambutnya ke Johny Andrean semakin
menjauh dari kenyataan. Akhirnya dia mengutuki dirinya sendiri, mengapa
dipikirannya saat mendapat-kan sesuatu hanya bersenang-senang saja. Seharus-nya
dia ingat sudah berapa hutangnya di warung nasi Teh Siti. Sudah seminggu ini
dia makan menangguh-kan pembayaran. Kadang sengaja mampir ke warung nasi Teh Siti
saat akan tutup. Biasanya masih ada ma-kanan yang tersisa. Dengan tidak tahu
malu Udin me-mintanya, padahal dipikan Teh Siti makanan tersebut masih layak
untuk dijual keesokan harinya.
Udin iseng menghitung
hutangnya yang ada di mana-mana itu dengan jam tangan kalkulator yang baru saja
ditemukannya itu. Dia memencet tombol nominal hutangnya yang pertama. Tiba-tiba
keluar cahaya yang begitu terang dari jam tangan kalkulator tersebut. Udin
terkaget-kaget. Peristiwa mengagetkan itu berlangsung hanya sekitar tiga detik.
Kemudian Udin merasakan badannya menjadi berat.
“Waduh, apa ini?” Dia
kaget melihat tangannya yang tiba-tiba mengenakan sarung tangan baja. Ti-dak.
Bukan hanya tangannya saja, tetapi seluruh tu-buhnya dibalut oleh baja.
Kepalanya juga memakai helm.
Udin langsung bangkit
menuju lemari pakaian yang di pintunya ada cermin. Luar biasa dia kegi-rangan.
Ternyata dia berubah menjadi manusia ber-baju besi. Udin menampar pipinya
(tentunya tidak mengenai pipinya) untuk memastikan bahwa dia ti-dak sedang
bermimpi. Tetapi tamparan itu tidak tera-sa karena memang terhalang oleh helm. Ini
nyata! Udin langsung berlenggak-lenggok di depan kaca. Berpose dan memuji-muji
dirinya sendiri.
Setelah puas dengan
memuji-muji dirinya sendiri, tiba-tiba perut Udin keroncongan dan bermaksud
ingin makan ke warung nasi Teh Siti. Namun dia bi-ngung dan panik. Dia tidak
tahu cara membuka baju baja ini. Dia tidak tahu bagaimana mengembalikan dirinya
seperti semula. Sampai-sampai dia hampir menangis. Namun teringat dengan Jesika
yang tidak menyukai lelaki yang menangis, Udin mengurungkan niatnya untuk
menangis.
TOK! TOK!
Seseorang mengetuk
pintu kamarnya. Udin gela-gapan takut ketahuan. Maka dia mencari tempat ber-sembunyi.
Sialnya tak ada tempat yang cocok untuk tempatnya bersembunyi. Di kolong meja
maupun ko-long ranjang tidak muat untuk tubuh bajanya yang sebesar itu. masuk
ke dalam lemari bisa namun pintu-nya tidak bisa tertutup. Akhirnya dia
menggeser se-dikit lemari yang berada di sudut ruangan yang seja-jar dengan
pintu kamarnya dan WOW ringan sekali lemari itu ketika digeser. Namun saat itu
bukanlah saat-saat takjub melainkan saat saat harus tegang. Lalu dia
bersembunyi di sebelah lemari dengan me-nutup dirinya dengan sehelai kain
sarung. Alhasil, seseorang yang tadinya mengetuk dengan tidak so-pannya
langsung masuk karena tidak ada jawaban dari empunya dan mendapati kamar Udin
kosong.
Lama sekali teman Udin
yang bernama Karyo ter-sebut berdiri di tengah-tengah ruangan itu. Dia malah
sempat berkaca dan merapikan rambutnya serta berpose gaya Elvis
Sukaesih perpaduan antara gaya Elvis Presley dengan Elvi Sukaesih.
Tiba-tiba sesuatu yang
tak mungkin bisa ditahan lagi terjadi. BROOT!! Udin buang angin, namun bau-nya
tidak bisa keluar dari pakaian baja itu. terpaksa-lah Udin mencium bau anginnya
sendiri.
Karyo yang terkejut
dengan suara aneh tersebut langsung menoleh ke sumbernya. Terlebih melihat
seonggok makhluk aneh.
“Siapa kamu!” Sambil
menodongkan tangannya yang membentuk pistol.
Udin berdiri
perlahan-lahan karena takut pistol bo-hongan itu ditembakkan Karyo saat sedang
kalap.
OOO
UDIN MENCERITAKAN PERIHAL SEBENARNYA
YANG
terjadi kepada Karyo. Entah didengarkan atau tidak oleh Karyo. Sebab dia masih
terkagum-kagum de-ngan pakaian baja Udin.
“Masalahnya cuma satu.
Aku tak tahu bagaimana mengembalikanku seperti semula,” Udin menunduk.
“Itu tidak perlu kamu
pikirkan Din. Kamu super-hero
sekarang. Yang harus kamu pikirkan sekarang adalah namamu. Nama superheromu!” Karyo menyi-bakkan
poninya.
“Tapi mengubahku
seperti semula jauh lebih pen-ting Yo. Aku lapar. Baju baja ini tak ada lubang
sedi-kitpun,” Udin memegangi perutnya.
“Tidak usah khawatir.
Tunggu sebentar,” pinta Karyo. Satu menit kemudian dia datang dengan membawa
tang, martil dan paku.
“Untuk apa benda-benda
itu?”
“Membuat lubang di
bagian helmmu.”
“Tidak. Tidak. Aku
tidak mau.”
“Tadi katanya lapar?”
“Sudah tidak lagi,”
kata Udin bersandar di din-ding. “Tolong nyalakan televisi. Jemariku terlalu be-sar
untuk memencet tombol-tombol itu.”
“Dasar superhero aneh.”
OOO
TELAH
TERJADI KEKACAUAN DI KAWASAN PUNCAK.
Dua makhluk aneh tertangkap kamera helikopter pemantau lalu lintas sedang
menyiksa warga. Udin salah seorang warga yang berhasil melarikan diri dari
makhluk aneh yang diduga berasal dari luar angkasa berhasil kami wawancarai
meskipun dia sedikit trauma dengan adanya kejadian itu.
“Makhluk
itu seperti genderuwo. Menakutkan!” kata Udin.
“Bisa
dilukiskan bagaimana rupa wajahnya?” Tanya reporter.
“Saya
tidak bisa melukis Mbak. Sewaktu masih se-kolah pelajaran melukis adalah pelajaran
yang pa-ling tidak saya sukai,” jawab Udin polos.
“Maksud
kami melukiskannya dengan kata-kata Pak,” kata reporter lagi.
“Maksudnya
seperti puisi gitu?”
“Argh!
Kat! Kat! Wawancara yang lain saja!” ujar reporter kepada cameramen dengan nada
kesal melihat wajah Udin.
OOO
“SIAL! BIKIN MALU NAMA UDIN SAJA TUH
ORANG.
Tapi…,” Udin menggerutu tidak terima ketika nama Udin yang diwawancarai sebodoh
itu.
“Apa?!$%# Makhluk luar
angkasa?!” Udin dan Karyo baru sadar tentang isi berita yang sesungguh-nya.
“Jesika! Jesika di
sana! Aku harus menyelamat-kannya!” Teriak Udin. Dia bergegas keluar kamar.
“Din! Aku ikut!” Teriak
Karyo mengejar Udin.
“Stt! Jangan panggil
aku Udin. Panggil saja KAMNO PATTAN,” Udin menuju parkiran sambil
mengendap-endap takut ketahuan penghuni kost lain-nya.
“Artinya?” Karyo
penasaran sambil mengikuti Udin alias Kamno Pattan mengendap-endap.
“KAMAR NOMOR EMPAT
SELATAN,” ujar Kamno Pattan yang memang tinggal di kamar kost nomor empat di
sebelah selatan.
“Cocok! Ayo kita mulai
misi pertama kita,” Karyo bersemangat. “Kita pakai motor apa naik angkot
Kamno?”
“Naik motor sajalah.
Kalau naik angkot nanti kena macet. Belum lagi ongkosnya. Aku sedang tidak
punya uang,” sesampainya di parkiran dia baru ingat kunci motornya masih
tergeletak di meja belajarnya. “Ah sial! Kunci motor ketinggalan. Dompetku
juga. Yo tolong ambilkan dompet dan Kunci motorku di atas meja belajar.”
“Siap.”
Tidak sampai satu menit
Karyo sudah kembali dengan membawa apa yang disuruh.
“Ah, aku lupa. Celanaku
di dalam pakaian baja ini. Bagaimana cara menyimpan dompet? Baju baja ini ti-dak
dilengkapi kantong. Desain yang buruk,” Kamno Pattan menyesalkan.
“Ribet ya, ck ck ck.
Sini aku yang pegang. Dan ngomong-ngomong siapa yang bonceng? Kamu saja-lah.
Aku di belakang saja,” usul Karyo.
Kamno Pattan setuju.
Dia menyalakan motor be-bek keluaran tahun 2005 berwarna hitam silver itu. saat
mulai jalan, motornya terasa tidak nyaman di-kendarai. Dia menghentikan sepeda
motornya dan memeriksa ban belakang. Dugaannya benar. Sepeda motornya bocor.
“Benar-benar cobaan.
Kita harus menambal ban dulu Yo. Aduh bagaimana ini. Jesika, semoga kamu
baik-baik saja. Tunggu Abang. Abang akan segera datang menyelamatkanmu,” Kamno
Pattan menuntun sepeda motornya ke bengkel tambal ban di depan kostnya.
OOO
“BANG MASIH LAMA NAMBALNYA?” TANYA
KARYO.
“Ini bannya tidak bisa
ditambal lagi. Harus di-ganti,” kata tukang tambal ban.
“Kenapa tidak bilang
dari tadi sih Bang?”
“Situ lagi asik
mengobrol dengan Ksatria Baja Hi-tam. Saya panggil-panggil tidak menyahut.
Memang-nya lagi ada pesta kostum ya Mas?”
“Iya, pestanya di
puncak. Agak cepat Bang. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kami ingin
menyelamatkan Indonesia dari alien. Langsung ganti ban dalam saja Bang. Kamno,
kamu punya uang ti-dak?”
“Dasar anak muda zaman
sekarang. Apalagi ma-hasiswa kerjanya main game.
Ternyata bisa berefek yang tidak baik bagi otak,” ujar tukang tambal ban
menggeleng-geleng kepalanya.
“Eh, Bang. Tidak
menonton berita pagi ini?” Kar-yo menggerutu.
“Kalau tidak salah ada.
Ambil saja di dompet.”
Lima belas menit
kemudian ban selesai ditambal. Kamno Pattan dan Karyo mulai beraksi. Terutama
Karyo paling semangat dengan misi dadakan ini. Be-lum apa-apa dia sudah
membayangkan pakaian yang cocok untuk dirinya sebagai partner Kamno Pattan.
“Astagfirullah, Kamno! Aku lupa. Tadi aku ke ka-marmu mau meminjam
motor. Mau ketemu dosen pembimbing skripsiku. Aku ada janji dengannya jam
sebelas. Bagaimana ini? Bisa memutar balik tidak? Kita ke rumah dosenku
sebentar,” pinta Karyo agak berteriak. Pikirannya tentang pakaian partner Kamno
Pattan sirna seketika karena bayangan dosen pem-bimbing yang angker itu
tiba-tiba menyelinap dalam otaknya.
“Sudahlah, skripsi bisa
dilanjutkan semester de-pan,” kata Kamno Pattan yang masih terus saja mela-jukan
black silvernya.
“Apa?! Tidak
kedengaran.
“SKRIPSINYA SEMESTER
DEPAN SAJA KA-RENA MENYELAMATKAN DUNIA LEBIH PEN-TING DARI SEKEDAR SKRIPSIMU
YANG TAK PERNAH ADA KATA SUDAH ITU!”
Mendekati pertigaan
Ciawi Kamno Pattan meng-hentikan black
silver.
“Ada apa Kamno?” Tanya
karyo heran.
“Di depan ada razia.
STNK-ku mati. Lagi pula kamu tidak memakai helm. Aku tidak punya uang lagi
untuk membayarnya agar tidak ditilang.”
“Bilang saja kepada
polisi itu kita akan menye-lamatkan dunia. Ah, seharusnya pakaian bajamu di-lengkapi
menu bisa terbang.”
“Mungkin bisa. Hanya
saja aku tidak tahu kode-nya. Benda ini sampai di kamarku tidak dilengkapi
dengan buku petunjuk penggunaannya.”
“Kalau begitu bagaimana
kalau kita mencobanya sekarang?”
OOO
(BERSAMBUNG)
Segera dinovelkan
Baca cerpen lengkap di PELUKIS PAGI karena ceritanya masih panjang banget loh...
(BERSAMBUNG)
Segera dinovelkan
Baca cerpen lengkap di PELUKIS PAGI karena ceritanya masih panjang banget loh...
0 komentar:
Posting Komentar