Berita (7) Buku Saya (3) Cerpen (31) Download Novel (2) lain-lain (1) Musik (7) Puisi (39)

Translate

Minggu, 01 Januari 2012

Sang Pengagum

SEJAK ADA KAMU, HIDUPKU SANGAT BERWARNA. Kamu mengobati segala kerinduan dan rasa sepi yang telah lama menjajah hatiku. Aku selalu tersenyum sendiri di manapun berada saat mengingatmu, mengi-ngat namamu dan segala tingkah lakumu yang lucu. Bisabisa aku kehilangan kesadaran akan sesuatu dan lupa segalanya dengan pekerjaan yang selalu menyi-bukkan tanpa ampun. Ini bukan lagi masalah soal aku tidak mempedulikanmu. Justru kamulah yang tak mempedulikanku. Kamu menyiksaku dengan me-mendam rasa yang sangat dalam. Dan aku membenci persahabatan ini.

Aku memang tak pernah bilang atau mencantum-kan nama pada setangkai mawar yang kuletakkan di meja kerjamu atau kuselipkan di pintu rumahmu. Ini sebuah keterpaksaan yang kubenci karena setiap kata indah yang selalu kuselipkan di antara gelak tawa kita, semuanya menjadi hambar karena kamu yang selalu menggap semua itu adalah khayalan saja dan lelucon manis.
Suatu hari, kamu berteriak mencintai pengagum rahasiamu siapapun dia dan di manapun dia. Kamu tergila-gila padanya. Itu konyol! Bahwa kamu akan lebih mencintainya lagi jika menyerahkan diri padamu. Menunjukan siapa jati dirinya yang tidak jelas itu. Ternyata menjadi seorang pengagum rahasia itu lebih kamu hargai ketulusan cintanya daripada orang yang nyata yang selalu berada di sampingmu. Kamu lebih antusias untuk mencintainya daripada aku yang sudah jelas-jelas selalu ada dalam keadaan apapun dirimu.
Entah bagaimana nantinya aku memberitahumu tentang pengagum rahasia yang selalu kamu agung-agungkan itu. Sungguh! Aku inginkan itu, hanya saja aku takut. Karena si buruk rupa inilah yang mencin-taimu dengan tulusnya. Si Buruk rupa inilah dia yang kamu agung-agungkan. Lalu, biarkanlah aku mencin-taimu dengan caraku yang tak biasa ini. Semoga sua-tu saat aku pasti akan memberanikan diri, untukmu dan hanya untukmu agar kamu tidak bertanya-tanya lagi tentang setangkai mawar itu, juga surat cinta yang kekanak-kanakan itu. Bantu aku dengan sinyal-sinyal yang dapat meyakinkan dirimu, agar aku juga tahu bagaimana aku harus berbuat.
Akan lebih baik, kita jalani saja seperti dan anggap saja pengagum rahasiamu itu tidak ada. Anggap saja dia adalah fatamorgana di kehidupanmu. Karena dia bukan apa-apa, juga tak ada istimewanya dibanding aku di dunia nyata yang sedikitpun tak kamu anggap ada sebagai seorang pelindung. Cinta yang tulus itu hanyalah bualan bagimu, kamu anggap sebuah lelu-con lucu yang menghiburmu saat menjelang tidur. Ya, aku selalu menidurkanmu setiap malam dengan dongeng-dongeng yang lucu, indah, menarik, lewat telepon. Lalu kamu bilang, “Sahabatku memang pintar bercerita. Jadilah sahabatku selamanya yang selalu menghiburku. Aku menyayangimu Ren, Saha-bat terbaikku.”
Tahukah kamu? Ada perasaan bahagia yang luar biasa dalam hatiku, sekaligus rasa sakit yang semakin perih di sudut lain dalam hati ini. Aku tak bisa me-mungkiri dan aku tak bisa lagi berkata apa-apa selain bilang, “Aku juga menyayangimu sahabatku yang pa-ling cantik tiada duanya di dunia ini.”
Malam tanpa bintang, gelap. Entah mengapa bin-tang hatiku semakin meredup. Kamu memiliki ‘main-an baru’ yang bisa kamu puja-puja dan kamu bangga-banggakan. Sungguh aku cemburu. Terlebih pada akhirnya pengagum rahasia itu tersingkirkan. Akhir-nya dia tak ada artinya lagi. Setiap hari hanya mem-buat kepercumaan dengan mengirimi berbagai hadiah yang lebih cocok di simpan di tempat sampah di su-dut ruang kerjamu. Aku pernah melempar gelas kotor bekas kopi yang menemaniku terjaga sepanjang ma-lam ke dinding hingga pecah lebur dan terpecah pula sepi yang selama ini menyelimuti kamarku.
Sang pengagum rahasia itu terkalahkan oleh lelaki itu, yang gagah, yang perkasa, yang tampan, yang kaya dan segala-galanya. Si Buruk Rupa menjadi Si Buruk Rupa yang selalu pilu menanti di sudut ruang-an sambil meringkuk membendung air matanya. Mungkin sebentar lagi dia akan mati karena kehabis-an cairan karena darah sebentar lagi berubah menjadi air mata yang keluar bersama ratapan-ratapan tak penting, bagimu ataupun semua orang, namun ini penting bagi sang pecinta sepertiku. Sungguh ma-lang.
Dan hari ini, agar air mata itu tidak ada lagi yang keluar, sebetulnya di antara dua: tak akan ada lagi yang keluar ataukah keluar sampai habis. Aku akan menyerahkan diri padamu. Memberi tahu segalanya tentang pengagum rahasia yang lancang itu, tentang kejahatannya yang tak tahu diri itu, dan ketidakso-panan membuka tasmu di saat kamu sedang tidak ada dengan menyelipkan secarik kertas berisi puisi basi, karena bukan zamannya lagi cara kuno seperti ini ter-jadi.
Langkahku semakin bergetar, kamu ada di situ, di meja kerjamu sedang menulis sesuatu di selembar kertas, sepertinya pekerjaanmu hari ini. Kamu me-nyadari keberadaanku di depanmu, kemudian meng-hentikan semua pekerjaanmu. Seperti biasa, senyum-mu yang indah kamu lemparkan begitu saja dan mengena ke dalam hatiku. Pesonamu hampir saja membuat aku mati saat itu juga.
Ini hidup dan matiku. Apa lagi setelah aku tahu kamu bilang padaku sedang patah hati karena telah putus dengan lelaki itu seminggu yang lalu. Sudah kubilang dia bukan yang terbaik. Hanya aku yang terbaik di dunia ini yang sanggup menjadi pendam-pingmu, pelindungmu, juga pangeranmu sampai ak-hir hayat.
Meskipun kamu tak menampakkan raut wajah se-dih, sesungguhnya aku tahu kamu sedang bersedih dalam hatimu. Kamu wanita yang kuat dan selalu ce-ria sehingga hal seperti itu sebuah hal yang biasa da-lam hidupmu, itu juga yang membuatku menjadi se-melankolis ini. Kamu terlalu kuat untuk seorang wa-nita sehingga aku berpikir apakah aku bisa mengim-bangimu. Dan, aku sadar, kamu hanyalah seorang wanita yang pastinya membutuhkan seorang lelaki yang akan mendampingimu. Aku mohon kamu ja-ngan terkejut karena di belakangku, dalam genggam-anku ada sebuah kotak kecil yang berisi sesuatu: cincin. Memang sudah saatnya pengagum rahasia itu enyah dari muka bumi dan kamu harus terima dengan keberanianku. Aku akan melamarmu.
“Ren, dari mana saja kamu? Aku tadi ke ruangan-mu tapi tidak ada. Aku ingin memberimu ini. Dan awas kalau kamu tidak datang, kamu akan tahu aki-batnya nanti.”


Maha suci Allah yang telah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Ya Allah kiranya Engkau memperkenankan putra-putri kami menikah.

Menikah:
Agnes Fitriani dengan Bagas Rivaldo

Akad Nikah:
Hari: Ahad, 11 Desember 2011 Pukul 09.00 WIB












Seketika! Kotak berisi cincin itu jatuh dari geng-gaman dan entah ke mana, aku tak peduli lagi. Di pikiranku, aku ingin segera pulang dan meringkuk di sudut kamarku sambil menghabiskan darah yang te-lah berubah menjadi air mata.
OOO

0 komentar: