SEJAK ADA KAMU,
HIDUPKU SANGAT BERWARNA. Kamu mengobati segala kerinduan dan
rasa sepi yang telah lama menjajah hatiku. Aku selalu tersenyum sendiri di
manapun berada saat mengingatmu, mengi-ngat namamu dan segala tingkah lakumu
yang lucu. Bisabisa aku kehilangan kesadaran akan sesuatu dan lupa segalanya
dengan pekerjaan yang selalu menyi-bukkan tanpa ampun. Ini bukan lagi masalah
soal aku tidak mempedulikanmu. Justru kamulah yang tak mempedulikanku. Kamu
menyiksaku dengan me-mendam rasa yang sangat dalam. Dan aku membenci
persahabatan ini.
Aku memang tak pernah
bilang atau mencantum-kan nama pada setangkai mawar yang kuletakkan di meja
kerjamu atau kuselipkan di pintu rumahmu. Ini sebuah keterpaksaan yang kubenci karena
setiap kata indah yang selalu kuselipkan di antara gelak tawa kita, semuanya
menjadi hambar karena kamu yang selalu menggap semua itu adalah khayalan saja
dan lelucon manis.
Suatu hari, kamu
berteriak mencintai pengagum rahasiamu siapapun dia dan di manapun dia. Kamu
tergila-gila padanya. Itu konyol! Bahwa kamu akan lebih mencintainya lagi jika
menyerahkan diri padamu. Menunjukan siapa jati dirinya yang tidak jelas itu.
Ternyata menjadi seorang pengagum rahasia itu lebih kamu hargai ketulusan
cintanya daripada orang yang nyata yang selalu berada di sampingmu. Kamu lebih
antusias untuk mencintainya daripada aku yang sudah jelas-jelas selalu ada
dalam keadaan apapun dirimu.
Entah bagaimana
nantinya aku memberitahumu tentang pengagum rahasia yang selalu kamu
agung-agungkan itu. Sungguh! Aku inginkan itu, hanya saja aku takut. Karena si
buruk rupa inilah yang mencin-taimu dengan tulusnya. Si Buruk rupa inilah dia
yang kamu agung-agungkan. Lalu, biarkanlah aku mencin-taimu dengan caraku yang
tak biasa ini. Semoga sua-tu saat aku pasti akan memberanikan diri, untukmu dan
hanya untukmu agar kamu tidak bertanya-tanya lagi tentang setangkai mawar itu,
juga surat cinta yang kekanak-kanakan itu. Bantu aku dengan sinyal-sinyal yang
dapat meyakinkan dirimu, agar aku juga tahu bagaimana aku harus berbuat.
Akan lebih baik, kita
jalani saja seperti dan anggap saja pengagum rahasiamu itu tidak ada. Anggap
saja dia adalah fatamorgana di kehidupanmu. Karena dia bukan apa-apa, juga tak
ada istimewanya dibanding aku di dunia nyata yang sedikitpun tak kamu anggap
ada sebagai seorang pelindung. Cinta yang tulus itu hanyalah bualan bagimu,
kamu anggap sebuah lelu-con lucu yang menghiburmu saat menjelang tidur. Ya, aku
selalu menidurkanmu setiap malam dengan dongeng-dongeng yang lucu, indah,
menarik, lewat telepon. Lalu kamu bilang, “Sahabatku memang pintar bercerita.
Jadilah sahabatku selamanya yang selalu menghiburku. Aku menyayangimu Ren, Saha-bat
terbaikku.”
Tahukah kamu? Ada
perasaan bahagia yang luar biasa dalam hatiku, sekaligus rasa sakit yang
semakin perih di sudut lain dalam hati ini. Aku tak bisa me-mungkiri dan aku
tak bisa lagi berkata apa-apa selain bilang, “Aku juga menyayangimu sahabatku
yang pa-ling cantik tiada duanya di dunia ini.”
Malam tanpa bintang,
gelap. Entah mengapa bin-tang hatiku semakin meredup. Kamu memiliki ‘main-an
baru’ yang bisa kamu puja-puja dan kamu bangga-banggakan. Sungguh aku cemburu. Terlebih
pada akhirnya pengagum rahasia itu tersingkirkan. Akhir-nya dia tak ada artinya
lagi. Setiap hari hanya mem-buat kepercumaan dengan mengirimi berbagai hadiah
yang lebih cocok di simpan di tempat sampah di su-dut ruang kerjamu. Aku pernah
melempar gelas kotor bekas kopi yang menemaniku terjaga sepanjang ma-lam ke
dinding hingga pecah lebur dan terpecah pula sepi yang selama ini menyelimuti
kamarku.
Sang pengagum rahasia
itu terkalahkan oleh lelaki itu, yang gagah, yang perkasa, yang tampan, yang
kaya dan segala-galanya. Si Buruk Rupa menjadi Si Buruk Rupa yang selalu pilu
menanti di sudut ruang-an sambil meringkuk membendung air matanya. Mungkin
sebentar lagi dia akan mati karena kehabis-an cairan karena darah sebentar lagi
berubah menjadi air mata yang keluar bersama ratapan-ratapan tak penting,
bagimu ataupun semua orang, namun ini penting bagi sang pecinta sepertiku.
Sungguh ma-lang.
Dan hari ini, agar air
mata itu tidak ada lagi yang keluar, sebetulnya di antara dua: tak akan ada
lagi yang keluar ataukah keluar sampai habis. Aku akan menyerahkan diri padamu.
Memberi tahu segalanya tentang pengagum rahasia yang lancang itu, tentang
kejahatannya yang tak tahu diri itu, dan ketidakso-panan membuka tasmu di saat
kamu sedang tidak ada dengan menyelipkan secarik kertas berisi puisi basi,
karena bukan zamannya lagi cara kuno seperti ini ter-jadi.
Langkahku semakin
bergetar, kamu ada di situ, di meja kerjamu sedang menulis sesuatu di selembar
kertas, sepertinya pekerjaanmu hari ini. Kamu me-nyadari keberadaanku di
depanmu, kemudian meng-hentikan semua pekerjaanmu. Seperti biasa, senyum-mu yang
indah kamu lemparkan begitu saja dan mengena ke dalam hatiku. Pesonamu hampir
saja membuat aku mati saat itu juga.
Ini hidup dan matiku.
Apa lagi setelah aku tahu kamu bilang padaku sedang patah hati karena telah
putus dengan lelaki itu seminggu yang lalu. Sudah kubilang dia bukan yang
terbaik. Hanya aku yang terbaik di dunia ini yang sanggup menjadi
pendam-pingmu, pelindungmu, juga pangeranmu sampai ak-hir hayat.
Meskipun kamu tak
menampakkan raut wajah se-dih, sesungguhnya aku tahu kamu sedang bersedih dalam
hatimu. Kamu wanita yang kuat dan selalu ce-ria sehingga hal seperti itu sebuah
hal yang biasa da-lam hidupmu, itu juga yang membuatku menjadi se-melankolis
ini. Kamu terlalu kuat untuk seorang wa-nita sehingga aku berpikir apakah aku
bisa mengim-bangimu. Dan, aku sadar, kamu hanyalah seorang wanita yang pastinya
membutuhkan seorang lelaki yang akan mendampingimu. Aku mohon kamu ja-ngan
terkejut karena di belakangku, dalam genggam-anku ada sebuah kotak kecil yang
berisi sesuatu: cincin. Memang sudah saatnya pengagum rahasia itu enyah dari
muka bumi dan kamu harus terima dengan keberanianku. Aku akan melamarmu.
“Ren, dari mana saja
kamu? Aku tadi ke ruangan-mu tapi tidak ada. Aku ingin memberimu ini. Dan awas
kalau kamu tidak datang, kamu akan tahu aki-batnya nanti.”
Maha
suci Allah yang telah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Ya Allah
kiranya Engkau memperkenankan putra-putri kami menikah.
Menikah:
Agnes
Fitriani dengan Bagas Rivaldo
Akad
Nikah:
Hari:
Ahad, 11 Desember 2011 Pukul 09.00 WIB
|
Seketika! Kotak berisi
cincin itu jatuh dari geng-gaman dan entah ke mana, aku tak peduli lagi. Di
pikiranku, aku ingin segera pulang dan meringkuk di sudut kamarku sambil
menghabiskan darah yang te-lah berubah menjadi air mata.
OOO
0 komentar:
Posting Komentar