Berita (7) Buku Saya (3) Cerpen (31) Download Novel (2) lain-lain (1) Musik (7) Puisi (39)

Translate

Selasa, 11 September 2012

Keluar dari Kotak


“Salah! Jika kau berpikir membunuh wanita itu!”
“Apa yang salah?”
“Sasaran.”
“Memangnya kenapa?”
“Seharusnya yang kau bunuh itu dia!”
“Dia siapa?”
“Bego! Lelaki itu! Pacarnya!”
“Aku tak ingin berpikir seperti kebanyakan orang. Pikiranmu itu terlalu terkotak-kotak tahu tidak? Hah!”
“Maksudmu?”
“Begini…”


*

“Kan sudah kujelaskan waktu itu!”
“Sudah kubilang kau itu gila!”
“Siapa?”
“Kenapa wanita itu yang kau bunuh?”
 “Ya, kau!”
“Berani-beraninya kau bilang aku gila! Mati kau!”
Kubunuh dia.
*

Tindakanku sudah benar. Sekarang yang bersedih adalah lelaki itu, pacarnya. Lelaki itu tak henti-hentinya menangis setiap malam. Dia melonglong saat bulan purnama. Tapi dia tidak berubah menjadi serigala, melainkan menjadi jelek.
Aku puas dengan tindakanku. Itulah yang kubilang pikiran yang tak terkotak-kotak. Kita berpikir di luar pikiran banyak orang. Kreatif! Ya, kubilang itu sangat kreatif. Buktinya, lelaki itu sangat tersiksa. Kudengar sekarang dia masuk rumah sakit jiwa saking sedihnya. Begitulah hidup. Roda terus berputar. Senang jadi sedih dan sedih jadi senang.
Aku bahagia!
Sangat bahagia!
Kemenangan ditanganku!
Kalau saja yang kubunuh adalah lelaki itu, bisa saja dia matinya masuk surga. Kalau masuk surga berarti dia tidak tersiksa. Dia malah bersenang-senang bersama bidadari-bidadari di sana.
Nah! Siapa yang akan membayar sakit hatiku. Meskipun sebetulnya lelaki itu belum tentu masuk surga, tapi aku ingin melihat penyiksaan yang nyata. Yang bisa aku lihat dengan mata kepalaku sendiri.
Bisa saja dia masuk neraka. Sebab, dosanya banyak. Dia merebut wanita yang kubunuh itu dariku. Dia pasti akan masuk neraka karena secara tidak sengaja atau bahkan sengaja sebetulnya telah membuatku tersiksa dengan rasa cinta yang membludak. Hatiku hampir pecah.
Sudah pecah! Aku sempat koma gara-gara itu. Aku diopname di rumah sakit karena tifus. Semua itu karena beban pikiran yang tak mampu kuemban lagi. Maka lelaki itu harus membayarnya dengan bayaran yang setimpal.
Cerdas!

*

Aku sering berkunjung ke rumah sakit jiwa di mana dia di rawat. Kulakukan untuk memastikan bahwa dia masih menderita akibat kehilangan pacarnya. Senang rasanya kalau melihat dia berbicara sendiri sambil tertawa-tawa tidak jelas begitu. Apalagi saat sedang berbicara dengan pohon kamboja yang tumbuh di tengah-tengah taman itu rumah sakit jiwa itu. Aku sering berlagak menjadi pohon. Setiap pertanyaannya selalu kujawab dan aku balik bertanya.
Amboi! Permainan ini lebih menyenangkan daripada Warcraft!
Setelah itu aku selalu meng-update tweet di akun twitterku. Menarik sekali. Aku juga rajin nge-blog. Tulisanku kubuat dalam bentuk buku yang kujual hingga menjadi best seller. Aku kaya raya!
Aku punya pacar baru karenanya. Aku terkenal dan sangat gampang untuk mendapatkan wanita yang aku inginkan. Lebih cantik dan sempurna daripada pacarnya yang kubunuh itu. Cita-citaku tercapai. Dan sebentar lagi aku akan menikah dengan pacarku yang tergila-gila amat sangat padaku.
Aku lelaki sempurna memiliki segala kesempurnaan yang aku inginkan.

*

Setelah bertahun-tahun lamanya aku menyiksa lelaki itu,  ternyata rasa yang membuat nafasku teratur dan pikiran tenangku menghampiri juga. Aku puas sekarang.
Saatnya aku berhenti.
Untuk itu, aku datang kembali ke rumah sakit jiwa tempatnya dirawat dan mengikrarkan janji di situ. Aku mengajak pacarku—calon istriku—untuk menjenguknya.
Aku berjanji dalam hati: aku tidak akan mengulanginya lagi untuk yang kedua kali.
Pacarku mengamininya meskipun dia tak tahu aku sedang berdoa apa. Mungkin dipikirannya adalah aku mendoakan lelaki itu sembuh secepatnya.
Baiklah. Kuaminkan jika calon isteriku itu berdoa seperti itu.
Amin.
Aku mengusap kedua tanganku di muka.
Kulihat ke samping kiri-kananku. Di mana calon isteriku?
Tidak!
Kulihat calon isteriku sudah terbujur kaku dengan darah yang mengalir deras.
Lelaki itu tertawa lepas sambil menjilat darah yang melekat di pisau.

-rr-

0 komentar: