Berita (7) Buku Saya (3) Cerpen (31) Download Novel (2) lain-lain (1) Musik (7) Puisi (39)

Translate

Selasa, 11 September 2012

Berak Sepuas-puasnya sampai Usus Keluar


Mengambil keputusan ini tidak mudah. Keputusan yang akan aku ambil adalah keputusan untuk mengis-timewakan sesuatu. Sesuatu itu…
Baiklah, aku sedang menimbang-nimbang apakah akan merubah nada deringnya dengan nada dering spesial, mi-salnya sebuah lagu yang kesukaanku. Sumpah! Aku sudah pernah melakukan ini sebelumnya, tapi justru salah besar. Aku salah memilih yang spesial. Alhasil aku membenci lagu itu!
Bagiku, jika sudah kuputuskan merubah nada dering seseorang menjadi nada dering spesial maka dia memang benar-benar spesial. Agar kebencianku nanti tak merem-bet ke hal yang lainnya. Dalam hidupku hanya ayah, ibu dan adik-adikku saja yang layak mendapatkan predikat spesial itu, karena mereka tak pantas kubenci. Nah, di luar mereka aku akan berhati-hati.
Kenapa ini penting?
Ini menyangkut hati. Menspesialkan sesuatu diperbo-lehkan jika suatu hal tersebut memang pantas dispesial-kan. Jika tidak, maka sakitlah hatimu nanti.
Kenapa begitu?
Jika yang kau nobatkan nada dering spesial itu melaku-kan hal yang tidak seperti yang kau harapkan, maka kau akan menderita sepanjang waktu. Terutama jika nada de-ring tersebut tak henti-hentinya berdering. Bahkan jika kau memasang lagu kesukaanmu dan lagu kesukaanmu itu selalu diputar di televisi dan radio. Bahkan jika lagu terse-but sedang hits! Bayangkan jika tadinya kau ingin melupa-kannya setelah dia menyakitimu, kau tak akan bisa. Ya, karena lagu itu selalu mengingatkanmu padanya. Kau akan stress berat atas perubahan yang tiba-tiba. Biasanya lagu tersebut kau tunggu-tunggu, maka setelah kejadian tak mengenakkan itu kau dipaksa hatimu untuk melupa-kannya, sedangkan lagu tersebbut mengalun di mana-ma-na sepanjang waktu. Kau akan teringat terus! Alhasil kau membenci lagu tersebut demi melupakannya. Sekuat tena-ga kau membenci lagu tersebut agar kenangan indah ten-tang pemilik nada spesial lenyap di telan bumi.
Dan yang paling kasihan adalah orang yang mencipta-kan lagu tersebut. Sesungguhnya dia sudah bersusah pa-yah membuat nada-nada yang indah, malah akhirnya kau benci. Akhirnya, untuk mengurangi kemungkinan lagu itu kau dengar, kau hapus dari handphone-mu. Bayangkan jika semua orang berpikiran seperti itu—tak menutup kemung-kinan sindrom seperti itu dimiliki semua orang—maka setiap orang ada kemungkinan untuk menghapusnya kare-na benci. Yang terjadi selanjutnya akan lebih parah: pen-cipta lagu tersebut akan kehilangan pendapatannya  yang berupa royalti itu. Ada kemungkinan juga malah bukan karyanya yang dibenci, melainkan penciptanya.
“Tidak. Aku tidak suka lagunya si A karena meng-ingatkanku pada lagu yang berjudul A. Lagu yang berjudul A itu mengingatkanku padanya. Aku benci padanya!”
Begitulah kira-kira. Sama halnya dengan kebencianku pada lagu Mbah Surip yang berjudul ‘Bangun Tidur’. Lagu itu bertahun-tahun menjadi alarm pagiku. Tapi khusus lagu itu, bukan penciptanya yang kasihan, melainkan blackberry-ku. Terkilir setiap pagi kena pukulanku.


*

Aku masih menimbang-nimbang. Kutekan tombol me-nu bertanda lambang blackberry, kemudian mengarahkan kursor ke file kontak. Tekan. Tertera ratusan kontak. Aku mencari nama ‘Manis Manja’, bukan manis manja grup. Dia memang manis dan manja. Menurut hatiku yang terdalam, dia sangat pantas untuk dispesialkan. Hanya saja dan selalu saja ada yang mengganjal sehingga aku butuh untuk menimbang-nimbangkannya.
Semalam dia menangis di telepon. Seolah-olah mena-ngis di bahuku. Rasanya memang seperti itu, damai dan tentram. Aku merasa lelaki seutuhnya.
Dia bilang merasa nyaman setelah curhat denganku. Katanya aku dewasa. Dia juga sudah pernah bilang padaku bahwa dia ingin menjadi adikku.
Tidak apa-apa. Adik dulu.
Aku juga merasa nyaman setelah menampung curhatnya. Aku memang pantas menjadi kakaknya. Bahkan lebih. Tapi belum waktunya.
Seharusnya dia sudah menjadi seseorang yang spesial di luar keluargaku.
Belum.
Aku harus sabar. Dalam setiap kisah yang diceritakannya masih terucap kata yang tidak kusuka. Kata itu kuanggap sebagai pecikan api. Sewaktu-waktu bisa mengancam keberlanjutan hidup kalau terbakar. Aku bisa mati!
Kata yang kubenci itu: pacarku—dia menyebutnya.
Sekarang meskipun sudah berubah menjadi ‘mantan pacarku’—dia menyebutnya, tak lantas secepat kilat aku menobatkan nada dering spesial untuknya. Kata baru ter-sebut baru kudengar satu hari ini. Lima menit lagi satu hari penuh. 24 jam! Mungkin saat penuh itulah waktunya.
Sebelumnya, seharian ini aku telepon-teleponan de-ngannya. BBM, entah sudah berapa. Hari ini tak ada yang lain yang menghubungiku atau yang kuhubungi. Hanya dia dan dia saja. Tak ada kegiatan yang kami lakukan se-lain kedua jenis kegiatan membuang-buang waktu terse-but.
Mengasyikan seharian ini. Aku tak peduli dengan tugas kuliahku yang bertumpuk-tumpuk. Dia yang penting. Dia!
Tapi, sejam yang lalu telepon-teleponan itu berakhir. BBM-an juga sama halnya. Padahal dia sedang menjadi trending topic di hatiku.
Sebal!
Sejam ini aku menunggu balasan sepuluh BBM-ku.
Getir!
Ke mana dia sejam ini?
Aku galau…
Atau inikah pertanda bahwa dia memang spesial. Dia memang pantas untuk dispesialkan! Ya!
Dan…
Ada BBM masuk. Tak tahu dari siapa. Temanku atau diakah? Aku berharap dari dia. Bukan. Dari temanku yang menanyakan tugas Bussiness Plan.
Kriiing! Kriiing!
Telepon.
Yeah!
Manis Manja!
“Rayeeeeen!”
Suara itu menggemaskan! Aku suka saat dia memanggilku seperti ini. Aku ingin segera merekamnya dan men-jadikannya nada dering. Bukan nada dering spesial, me-lainkan nada dering untuk seluruh kontak. Itu spesial di atas spesial!
“Tadi Agus minta maaf. Dan apa yang terjadi selanjutnya? Kami balikaaan…Senangnyaaaa.”
Lupakan soal nada dering.
Aku langsung ke WC. Berak sepuas-puasnya sampai ususku keluar. Lega…

-rr-

0 komentar: